Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bersama Pusat Kajian dan Advokasi Hukum Pidana (Puskavasi Pidana) menggelar kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk “Kolektifitas Masyarakat melalui Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum” di Desa Luwohu, Kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango yang dihadiri langsung oleh masyarakat Desa Luwohu beserta para tokoh masyarakat.
Dalam kesempatan ini, hadir sebagai narasumber Ibu Hasnia, S.HI., M.H., dosen Fakultas Hukum UNG, serta Bapak Feriyanto Rahim dari pihak Kepolisian yang berbagi perspektif sebagai aparat penegak hukum. Keduanya membahas pentingnya kesadaran hukum dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara hingga upaya pencegahan pelanggaran hukum di tingkat desa.
Wakil ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Aidil Pansariang, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang tidak hanya berfokus pada ruang akademik, tetapi juga turun langsung ke masyarakat untuk membangun kesadaran hukum kolektif. “Kesadaran hukum masyarakat adalah fondasi bagi terciptanya ketertiban dan keadilan. Dengan kegiatan ini, kami berharap masyarakat Desa Luwohu semakin memahami pentingnya aturan hukum sebagai pedoman hidup bersama,” ujarnya.
Ketua Puskavasi Pidana FH – UNG. Al Buhari Hulukati, yang juga bertindak sebagai Ketua Panitia menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar agenda formal, tetapi bentuk komitmen nyata mahasiswa hukum untuk hadir di tengah masyarakat. “Pengabdian masyarakat ini adalah ruang untuk belajar bersama. Kami ingin hukum tidak hanya dipahami di ruang kuliah, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dengan begitu, hukum menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sesuatu yang jauh dan asing,” ungkapnya penuh semangat.
Dalam penyampaian materinya, salah satu narasumber yang juga merupakan dosen Fakultas Hukum menekankan bahwa dalam Konstitusi Indonesia secara tegas dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari prinsip tersebut adalah setiap warga negara dianggap tahu dan mengerti hukum yang berlaku.
Namun, beliau juga menggarisbawahi realita yang terjadi di masyarakat saat ini, di mana masih banyak warga yang belum sepenuhnya memahami makna dan fungsi hukum dalam kehidupan sehari-hari. “Secara normatif, masyarakat dianggap tahu hukum. Tetapi faktanya, kesadaran hukum masih rendah. Hal inilah yang harus kita jawab bersama melalui edukasi dan dialog seperti ini,” ungkapnya.
“Hal ini merupakan refleksi penting bahwa pembangunan hukum tidak hanya berhenti pada aturan tertulis, tetapi juga harus menyentuh aspek kesadaran masyarakat. Dengan demikian, hukum dapat benar-benar hadir sebagai pedoman hidup yang menjamin keadilan dan ketertiban bersama.” tambahnya
Sebagai penutup sekaligus menegaskan semangat kolektifitas yang menjadi tema utama kegiatan, yakni menguatkan kesadaran hukum melalui sinergi antara mahasiswa, aparat hukum, akademisi, dan masyarakat desa.
Kegiatan ini menjadi wujud kolaborasi antara mahasiswa, akademisi, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk membangun desa yang lebih sadar hukum. Dengan semangat kolektifitas, diharapkan Desa Luwohu dapat menjadi contoh bagaimana kesadaran hukum berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang tertib, aman, dan berkeadilan.