Seminar Nasional Eastern Indonesian Student Leader Summit (EISLS) yang diselenggarakan oleh Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Gorontalo resmi dibuka pada Sabtu (29/11/2025) di Grand Ballroom UTC Damhil, Universitas Negeri Gorontalo.
Kegiatan yang mengusung tema “Advancing Youth Leadership for a Sustainable Resource Future” ini menghadirkan tokoh-tokoh regional dan nasional untuk membahas persoalan sumber daya dan lingkungan di kawasan Indonesia Timur.
Pada Sesi I, diskusi bertajuk “Paradoks Pertambangan di Indonesia Timur: Sumber Ekonomi atau Sumber Bencana?” menghadirkan narasumber Dr. Ir. H. Gusnar Ismail, M.M (Gubernur Gorontalo yang diwakili oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, ESDM dan Transmigrasi Provinsi Gorontalo, Drs. Wardoyo M. Pongoliu) serta Dr. Meyke M. Camaru, S.H., M.H, Ketua Panitia Khusus Pertambangan DPRD Provinsi Gorontalo. Sesi ini dimoderatori oleh Madyatama S.Y Failisa, S.H., Anggota Mapala Reksawana Fakultas Hukum UNG.
Mewakili Gubernur, Wardoyo Pongoliu mengingatkan bahwa pertambangan memiliki potensi besar bagi perekonomian daerah, tetapi manfaat tersebut hanya berkelanjutan bila dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap aturan.
“Pertambangan dapat menjadi sumber penerimaan dan lapangan kerja, namun tanpa pengawasan yang ketat, aktivitas itu berisiko menimbulkan dampak ekologis dan sosial yang serius,” ujarnya.
Lebih lanjut Wardoyo menambahkan bahwa pihak pemerintah daerah terus memperkuat koordinasi antar-OPD, aparat penegak hukum, dan legislatif untuk menjamin kegiatan pertambangan terlaksana sesuai peraturan dan standar lingkungan. Ia menegaskan pentingnya mekanisme pengawasan pascatambang dan tanggung jawab perusahaan terhadap reklamasi.
Selanjutnya pada diskusi yang sama, Dr. Meyke M. Camaru menyoroti problem tata kelola pertambangan di kawasan timur Indonesia yang dinilainya masih jauh dari standar ideal. Ia menyebut bahwa sektor pertambangan memang menjadi salah satu penopang perekonomian daerah, baik melalui penyerapan tenaga kerja maupun kontribusi terhadap pendapatan daerah.
“Pertambangan pada dasarnya memberikan nilai ekonomi yang besar bagi daerah. Namun jika tata kelolanya tidak diperbaiki, sektor ini justru bisa berubah menjadi sumber masalah atau bahkan bencana,” ujar Meyke.
Ia menjelaskan bahwa lemahnya pengawasan, ketidakpatuhan perusahaan terhadap standar lingkungan, serta minimnya transparansi menjadi akar persoalan yang harus segera dibenahi.
“Kita melihat bagaimana alih-alih membawa kesejahteraan, praktik pertambangan yang tidak dikelola dengan baik justru menciptakan kerentanan, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik lahan, hingga meningkatnya risiko bencana ekologis,” tegasnya.
Meyke mendorong pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku usaha untuk memperkuat koordinasi dan memastikan bahwa seluruh aktivitas pertambangan dijalankan dengan prinsip keberlanjutan.
“Kalau tata kelola ini tidak diperbaiki, biaya sosial dan ekologisnya akan jauh lebih besar daripada manfaat ekonominya. Ini yang harus kita cegah bersama-sama,” tambahnya
Kemudian Ketua Panitia EISLS, Farshah Paputungan, menyatakan bahwa pemilihan tema pertambangan didasari urgensi masalah yang berdampak langsung pada masa depan generasi muda di kawasan timur Indonesia.
“Kami mengangkat isu ini karena pertambangan menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang akan menentukan kualitas hidup masyarakat ke depan. Mahasiswa harus aktif terlibat dalam upaya mencari solusi yang berkelanjutan,” ujar Farshah dalam laporannya.
Farshah berharap diskusi pada forum ini mampu mendorong gagasan konkret, rekomendasi kebijakan, dan jaringan kolaborasi antara mahasiswa, pemerhati lingkungan, serta pembuat kebijakan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam.
