Gorontalo, 19 Agustus 2025 — Puluhan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Papua di Gorontalo menggelar aksi damai di depan Kampus Universitas Negeri Gorontalo (UNG) pada Selasa pagi, memperingati enam tahun peristiwa rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya pada 19 Agustus 2019.
Aksi ini tak hanya menjadi bentuk peringatan, tetapi juga ajakan terbuka kepada masyarakat Indonesia untuk melawan rasisme dan mendukung hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Dengan membawa berbagai spanduk, poster, dan seruan moral, massa aksi menyerukan bahwa rasisme adalah musuh bersama, bukan hanya persoalan Papua semata.
Sejumlah organisasi turut ambil bagian dalam aksi solidaritas ini, termasuk IMPIP, AMPTPI, KNPB, dan LMID. Mereka menyatukan suara menentang diskriminasi rasial dan menuntut negara serius menangani tindakan rasisme yang masih kerap terjadi, termasuk di Gorontalo.
“Rasisme adalah musuh dunia, dan kita harus melawannya bersama-sama,” tegas Ketua KNPB, Jhoni Kogoya, dalam orasinya.
“Ini bukan hanya soal Papua, tetapi soal kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Rasisme adalah alat kekuasaan untuk memecah belah persatuan rakyat,” tambahnya.
Senada dengan itu, Ketua LMID Komisariat IAIN Gorontalo, Abzar Tudo, mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk diskriminasi terhadap mahasiswa Papua masih sering terjadi di lingkungan kampus maupun masyarakat sekitar.
“Kami mendengar langsung kata-kata merendahkan, bahkan hinaan seperti ‘monyet’ masih dilontarkan kepada mahasiswa Papua di Gorontalo. Ini tak bisa ditoleransi. Negara punya undang-undang yang melarang penghinaan rasial, tapi nyatanya tidak ditegakkan,” ujarnya.
Menurut Abzar, satu-satunya jalan demokratis untuk menghentikan diskriminasi dan menjamin hak-hak rakyat Papua adalah dengan memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri. Ia menegaskan bahwa ini bukan bentuk pemisahan, tetapi bentuk solusi damai yang berakar pada keadilan dan kemanusiaan.
Aksi damai ini berlangsung tertib dan penuh semangat solidaritas. Massa aksi menyampaikan aspirasi mereka melalui orasi, puisi, serta doa bersama untuk mengenang perjuangan mahasiswa Papua yang menjadi korban rasisme di berbagai wilayah Indonesia.
Rasisme Bukan Sekadar Isu Papua, Tapi Luka Bangsa
Aksi ini menjadi pengingat keras bahwa rasisme di Indonesia masih nyata dan harus dilawan. Solidaritas mahasiswa dari berbagai organisasi di Gorontalo menjadi bukti bahwa perjuangan keadilan tidak mengenal batas ras atau daerah.
Dengan suara yang lantang dan damai, mahasiswa Papua di Gorontalo mengingatkan: “Rasisme adalah musuh bersama. Diam berarti membiarkan luka itu terus menganga.”